Sunday, 10 April 2011

Antara Kisruh PSSI dengan Kisruh PSSI-nya Jerman (DFB)


Jika sepakbola Indonesia mempunyai sosok Nurdin Halid, Jerman pernah akrab dengan nama Gerhard Mayer-Vorfelder. Baik Nurdin maupun Mayer-Vorfelder adalah petinggi asosiasi sepakbola di negaranya masing-masing. Nurdin saat ini masih menjabat ketua umum PSSI, sementara Mayer-Vorfelder presiden PSSI-nya Jerman, Deutsche Fussball Bund (DFB), dari 2001 sampai 2006.

Baik Nurdin maupun Mayer-Vorfelder di masa lalunya pernah bersinggungan dengan dunia hukum, walaupun dengan cara berbeda. Saat menjabat ketua PSSI, Nurdin oleh pengadilan pernah dua kali diputus terbukti bersalah dan harus menjalani hukuman di penjara. Sementara, jauh sebelum menjadi Presiden DFB, Mayer-Vorfelder pernah menempuh pendidikan tinggi bidang hukum di dua Universitas, Freiburg dan Heidelberg.

Sebagaimana halnya Nurdin yang dalam berbagai kesempatan mengaku sebagai kader Partai Golkar, Mayer-Vorfelder juga bergabung dengan partai politik, partai "Christlich Demokratische Union (CDU)". CDU merupakan partainya Kanselir Jerman saat ini, Angela Merkel. Sebagai politikus, Nurdin gagal ketika mencalonkan diri menjadi gubernur Sulawesi Selatan. Sedangkan Mayer-Vorfelder pernah memegang jabatan di sejumlah kementerian Negara Bagian Baden-Wuerttemberg untuk jangka waktu yang cukup lama, dari 1976 sampai 1998.

Sebagai birokrat olahraga sepakbola, kedua nama itu juga berusaha berkiprah di lingkup organisasi yang lebih tinggi. Nurdin mencoba meniti karir di lingkungan asosiasi sepakbola Asia, AFC. Januari lalu Nurdin gagal terpilih menjadi anggota Komite Eksekutif AFC. Mayer-Vorfelder lebih mujur. Ia pernah merasakan kursi Komite Eksekutif di level FIFA, antara 1992-1998, dan kemudian terpilih lagi untuk periode 2002-2007. Ia juga menjabat wakil presiden asosiasi sepakbola Eropa, UEFA, dari 2007-2009.

Akibat minimnya prestasi timnas saat PSSI dipimpin Nurdin, tuntutan agar ia mundur sebagai ketua umum PSSI sudah dan masih terus disuarakan oleh banyak kalangan di berbagai penjuru tanah air. Peristiwa yang serupa juga terjadi di Jerman saat Mayer-Vorfelder menjadi Presiden DFB. Ketika prestasi timnas Jerman jeblok, yang ditandai dengan tersisihnya mereka secara tragis di babak penyisihan Piala Eropa 2004, dan berujung dengan pengunduran diri sang pelatih, Rudi Voller, tuntutan mundur bagi Mayer-Vorfelder saat itu pun sangat nyaring terdengar.

Entah sekadar kebetulan, atau malah suatu pengulangan sejarah, reaksi keduanya saat menghadapi kritik nyaris setali tiga uang. Di akhir bulan Juni 2004, dalam wawancaranya dengan majalah Der Spiegel di tengah derasnya kritikan, Mayer-Vorfelder mengatakan: "Ich werde auf jeden Fall kandidieren. Ich weiss nicht, warum ich das nicht tun sollte. Wie kame ich denn dazu, nicht anzutreten: ("Pokoknya saya akan tetap mencalonkan diri lagi. Saya tidak paham, mengapa saya dicegah melakukan itu. Bagaimana mungkin saya dilarang ikut memperebutkan posisi itu.")

Demikian pula halnya dengan Nurdin. Walaupun kritik yang dialamatkan kepadanya tidak kalah deras, sikap Nurdin yang tertuang dalam berbagai pernyataannya pun sama tegasnya: tidak mau mundur. Ia ingin bersaing memperebutkan jabatan Ketua Umum PSSI periode berikutnya.

Walaupun begitu, masih ada yang sedikit membedakan diantara sikap ngotot keduanya. Mayer-Vorfelder dengan jelas menyatakan akan mencalonkan diri lagi. Sementara, Nurdin mengatakan bahwa dia tidak mencalonkan, tetapi dicalonkan oleh anggota PSSI yang memiliki hak suara. Di antara peserta Kongres DFB 2004, tidak ada anggota keluarga atau kerabat dari Mayer-Vorfelder, berbeda dengan Nurdin yang adiknya kemungkinan besar akan menjadi peserta yang mewakili PSSI Sulawesi Selatan. Pun saat timnas Jerman lolos ke babak final Piala Dunia 2002, Mayer-Vorfelder ketika itu tidak mengaitkan keberhasilan timnas Jerman dengan partai CDU. Sebaliknya, ketika masuk final Piala AFF 2010, Nurdin menyatakan itu sebagai keberhasilan Partai Golkar.

Ketika kisruh di DFB semakin keruh, induk organisasi sepakbola sedunia, FIFA, pun bersuara. Maraknya desakan agar Mayer-Vorfelder mundur ditanggapi Sepp Blatter, sang ketua FIFA . Blatter menyatakan waktunya tidak tepat bagi pergantian pucuk pimpinan DFB mengingat pelaksanaan Piala Dunia 2006 yang saat itu tinggal dua tahun lagi. Sementara untuk kasus ketua umum PSSI, menurut Sekjen PSSI Nugraha Besoes, sebagaimana dikutip detiksport.com, masih menunggu keputusan FIFA.

Pada Kongres DFB di Osnabrueck, 23 Oktober 2004, Mayer-Vorfelder dinaungi sedikit nasib baik. Untuk menghindari tajamnya persaingan antar kandidat yang dinilai bisa mengganggu persiapan Jerman menjadi tuan rumah Piala Dunia 2006, Kongres memutuskan jabatan Presiden DFB dipegang bersama oleh Mayer-Vorfelder dan Theo Zwanziger. Mayer-Vorfelder bertanggung jawab untuk urusan luar negeri, termasuk hubungan DFB dengan UEFA dan FIFA. Sementara, urusan dalam negeri dan hubungan dengan para anggota serta komisi-komisi di DFB menjadi tanggung jawab Zwanziger.

Di Kongres Osnabrueck itu juga kengototan Mayer-Vorfelder melunak. Ia menyatakan sikap tidak akan mencalonkan diri saat Kongres Luar Biasa pascaperhelatan Piala Dunia 2006 digelar. Suatu graceful exit bagi Mayer-Vorfelder dan persepakbolaan Jerman pun terhindar dari perselisihan berlarut-larut. Jadilah sejak 8 September 2006 sampai hari ini jabatan Presiden DFB dipegang oleh Theo Zwanziger.

Kita belum tahu apa yang akan terjadi dengan ketua umum PSSI dan Kongres yang saat ini belum jelas kapan jadinya digelar. Yang pasti, kita tidak sedang mempersiapkan diri menjadi tuan rumah Piala Dunia atau even sepakbola akbar apa pun di waktu-waktu dekat ini. Karena itu, tidak seperti Kongres 2004 DFB yang dengan dalih penyelenggaraan Piala Dunia 2006 masih memberi kesempatan pada Mayer-Vorfelder, Kongres PSSI 2011 nanti tidak memiliki cukup alasan untuk memberi tempat bagi sikap ngotot Nurdin Halid. Nurdin, enough is enough!
*Sumber: DetikSport.com

No comments:

Post a Comment